Sunday, December 29, 2019

KOPRI ADALAH FEMINIS VERSI ASWAJA


KOPRI Adalah Feminis Versi Aswaja 


Oleh:  Retma Ayu Ningtyas

Sebelum memulai lebih jauh, izinkan saya untuk mengulas sedikit cerita bahwa menjadi seorang yang bergabung dalam organisasi adalah tindakan heroik. Kenapa? Karena ia rela mengabdikan diri ke dalam suatu hal yang (mungkin) saja tidak menjanjikan masa depan apapun, rela (mungkin) meninggalkan hedonitas dan dunia materialistic demi mencari seonggok ilmu yang tidak bisa didapatkan di bangku perkuliahan. Dan dia yang memilih PMII (di dalamnya ada KOPRI) sebagai jalan ninjanya, adalah sebenar-benarnya santri yang insyaallah mendapat keberkahan dari kyai-kyai Pendiri NU. 

Sejarah Singkat Kopri 

Sejarah KOPRI bermula dari dorongan banyak hal. KOPRI resmi didirikan pada tanggal 25 November 1967 di Semarang dengan tujuan agar menjadi wadah gerakan perempuan yang sebelumnya hanya sempat difungsikan sebagai formalitas semata (inipun tidak lepas dari gerakan sosial politik tahun-tahun sebelumnya). Yang mana di tahun 1967 ini KOPRI adalah produk dari follow up dari Training Kursus Keputrian di Jakarta yaitu pada tanggal 16 Februari 1966. Sebelumnya antara tahun 1960-1966 dibentuknya Divisi Keputrian yang banyak memfokuskan perhatian pada jahit-menjahit, memasak, dan masalah dapur (urusan domestik). 

Setelah dibentuk tahun 1967, pergerakan KOPRI tidak begitu masif dikarenakan pemerintahan yang dipimpin Suharto yang cukup ketat mengawasi gerakan organisasi masyarakat. Namun, KOPRI tidak kehilangan ruhnya sebagai bagian dari ormas yang bergerak di bidang sosial. KOPRI kerap kali bergabung dengan para santri untuk mengajar ngaji. Kemudian, di tahun 1988 dibuatnya Kurikulum dan Pelaksanaan LKK (Latihan Kader Kopri) dan LPKK (Latihan Pelatih Kader Kopri) oleh sahabati Khofifah Indar Parawansa yang follow up nya dilaksanakan di tanggal 28 Oktober 1991. Kemudian, disusul oleh buku yang dikeluarkan oleh KOPRI sebagai bukti bahwa wacana-wacana gerakan perubahan yang dijunjung oleh KOPRI bukan hanya sekedar obrolan tak berarti, antaranya tahun 1997-2000 yaitu “Buku Perempuan di Garis Depan” dan “Buku KOPRI Menentang Perubahan”. Namun, yang menjadi permasalahan adalah KOPRI belum tertib secara administrasi sehingga tidak banyak hard file yang diketemukan dan disimpan sebagai inventaris dari kepengurusan sebelumnya. 

Ihwal pembubaran KOPRI pada Kongres XIII PMII di Medan, memang bukan tanpa alasan. KOPRI dipandang sebagai gerakan yang tidak siap terhadap dinamika sosial di tingkat nasional ataupun internasional. KOPRI yang secara gerakan masih seperti meraba-raba kemudian tidak siap dengan membludaknya kader putri di tiap level kepengurusan, serta tidak terakomodir dengan baik. Akhirnya, proses kaderisasinya terkesan berantakan dan tidak menghasilkan output yang jelas sehingga menyebabkan gerakan KOPRI dianggap sebagai hal yang sia-sia dan kemudian dibubarkan. Baru, di tahun 2003 tepatnya pada tanggal 26-29 September dibentuk kembali KOPRI. PMII telah berusaha untuk memaksimalkan potensi kader perempuan agar bisa bersaing secara berani dan mandiri, namun hal ini belum didukung oleh gerakan di tingkat daerah yang masih secara bias menafsirkan pengertian Gender pun posisi KOPRI juga masih dalam tahap ‘hidup segan mati tak mau’.

Pasang Surut KOPRI 

KOPRI bukan satu satunya organisasi yang mengalami pasang surut. Mari, mundur beberapa puluh tahun ke belakang. Peristiwa ini hampir sama dengan bergeraknya PNI (Partai Nasional Indonesia) yang awalnya dipegang oleh Soekarno lebih mengedepankan Kuantitas basis masa, dibandingkan dengan pendidikan kader. Hal ini dibantah oleh Bung Hatta yang mengubah haluan PNI dari partai berbasis kader menjadi Pendidikan Nasional Indonesia yang lebih mengedepankan pendidikan lebih dulu. Walau, ‘pendidikan’ dianggap sebagai kultur Belanda yaitu politik etis, Hatta tidak mempersoalkan hal tersebut. Selama memberikan hal yang baik untuk generasi selanjutnya, menurut Hatta kultur tersebut perlu dilestarikan.

Hatta berpendapat, sia-sia saja mengkader begitu banyak masa namun massa tersebut tidak mengetahui esensi dari dibentuknya sebuah organisasi. Pun, melawan penjajah pada zaman dahulu jika hanya mengandalkan agitasi dan pemberontakan saja, akan sia-sia karena sudah kalah dahulu secara perlengkapan senjata. Bagaimanapun, Hatta lebih  menganggap bahwa doktrin Pendidikan dalam sebuah organisasi adalah bentuk perjuangan yang berbeda maknanya dengan Pemberontakan. 

Pemberontakan merupakan pergerakan fisik yang ditimbulkan oleh sakit dan derita berkepanjangan, spontan dan tidak terarah. Sedangkan, perjuangan diawali dengan sebuah pendidikan dan melahirkan pembelajaran kemudian diasah oleh waktu, yang secara kontinu melahirkan sebuah keberanian. KOPRI berada pada masa dimana, secara struktur organisasi belum tertata rapih namun lebih mengedepankan basis massa, sebelum dibubarkan. Setelah kembali menapaki jalan lurusnya, KOPRI menyadari bahwa perjuangan yang dimaksudkan oleh Bung Hatta tidak akan pernah selesai. Beberapa kali ditegaskan oleh para senior-senior KOPRI, bahwa selama penindasan terhadap perempuan itu ada, selama itu pula KOPRI ada. 

Dalam sejarahnya, KOPRI yang diistilahkan ‘hidup segan mati tak mau’terlihat seperti guyonan. Hal ini, kemudian timbul ketidakjelasan gerakan KOPRI akan dibawa kemana, pun kemudian memunculkan ketidakseriusan KOPRI menggarap kader-kader putri di bawah. Beberapa tahun setelah KOPRI dibentuk kembali di tahun 2003, baru di tahun 2011 KOPRI secara perdana melakukan kegiatan SIG, SKK di beberapa daerah dan di tahun 2016 pula modul SIG itu dibuat oleh PB KOPRI sebagai tindakan serius untuk mempersiapkan pola kaderisasi agar satu framing antaranya PB, PKC, PC, Komisariat hingga Rayon. 

Gender dan Teori Konflik Feminisme 

            Ada sesuatu yang tidak bisa dilewatkan begitu saja ketika membahas KOPRI yaitu pengertian Gender. Mungkin telinga kita tidak asing mendengar istilah gender (bahkanpun di beberapa kepengurusan rayon, divisi/biro gender masih menjadi divisi/biro yang sejatinya adalah anak kandung dari KOPRI). Menurut, Mansour Faqih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dapat dipertukarkan, berbeda dengan sex yang sifatnya kodrati, mutlak dan tidak dapat dipertukarkan. Sejarah gender adalah sejarah yang panjang dan secara tidak langsung mendoktrin setiap keturunan untuk meyakini bahwa gender sifatnya kodrati, padahal tidak. 

Tentunya pengertian gender, baru eksis dan dibicarakan akhir-akhir ini. Walaupun sejak akhir abad ke-18 telah ada tokoh yang menyuarakan ketidakadilan gender, beliau adalah Mary Wollstonecraft dengan tulisannya yang berjudul A Vindication of The Rights of Woman dianggap sebagai kritik terhadap Revolusi Prancis yang hanya berlaku untuk laki-laki namun tidak untuk perempuan. Kemudian, semakin berkembang di akhir abad ke-20, munculah tokoh feminis Indonesia, Raden Ajeng Kartini. 

Memahami gender selama tidak menimbulkan ketidakadilan gender sebenarnya sah-sah saja, namun hingga kini mempelajari genderpun masih menimbulkan paham yang berbeda. Beberapa bentuk ketidakadilan gender yaitu: marginalisasi perempuan, subordinasi, stereotype, violence/kekerasan, dan double burden/beban ganda. Munculnya ketidakadilan ini karena bias memahami pengertian gender itu sendiri. 

            Beberapa ideologi feminism dunia yang juga dianut oleh Negara-negara bersangkutan muncul sebagai literasi utama dan pondasi utama feminism berkembang. Negara-negara yang kuat muncul sebagai poros utama munculnya ideologi feminism yang dimaksud. Teori konflik ini dipandang sebagai kekuatan yang menempatkan dua actor utama, laki dan perempuan menurut porsinya masing-masing pun setiap teori konflik memiliki latar belakangnya ideologi sosial, politik, dan ekonominya masing-masing. 

Feminis radikal muncul sebagai bentuk perlawanan, karena di tahun 60-an marak terjadi kasus pemerkosaan, kekerasan sosial dan pornografi. Feminis radikal melihat patriarkhi dan jenis kelamin laki-laki sebagai tersangka atas terjadinya berbagai kejahatan atas nama perempuan. Dia tidak melihat apakah ada faktor-faktor eksternal lain. Jadi, penguasaan secara fisik perempuan oleh laki-laki adalah sumber permasalahan utama dan tidak bisa diganggu gugat. Jika laki-laki bisa poligami, maka perempuan bisa poliandri. Salah satu tokohnya adalah Firestone. 

Feminis marxis muncul sebagai antithesis dari gerakan feminis radikal. Penindasan yang dimaksud oleh feminis marxis adalah penindasan terhadap kelas yang tidak ramah terhadap perempuan dalam hubungan produksi. Hubungan suami istri diasumsikan sebagai hub. Borjuis dan proletar dan tingkat kemajuan suatu Negara bisa dilihat dari kemajuan perempuannya. Tokoh teori ini adalah Karl Marx dan Engels.

Feminis Sosialis lahir tahun 1970 an. Banyak yang menganggap feminis sosialis lahir dari pengembangan teoris feminis marxis. Namun, yang menjadi focus gerakan ini, kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi dalam lini manapun, tidak hanya dalam ekonomi saja, atau dalam struktur sosial saja. Keterlibatan perempuan dalam hierarki sosial, bisa jadi menjerumuskan perempuan karena tingkat partisipasinya masih rendah dan kalah dengan kekuatan dominan dari laki-laki. 

Feminis liberal adalah gerakan feminis yang menuntut persamaan hak antara kaum perempuan dan kaum laki-laki. Keduanya sama-sama dipandang kuat dan berkompetisi dengan cara yang sah dan  benar. 

KOPRI adalah Feminis Versi Aswaja

Menyikapi berbagai ideologi feminism yang berkembang di dunia (ketiga) ini, tak serta merta membuat KOPRI mengikuti arusnya. KOPRI memiliki arah geraknya sendiri. Masih banyak diantara kita menganggap feminism adalah gerakan yang berasal dari Barat sehingga lekat dengan kultur-kultur yang tidak sesuai dengan sifat asli Indonesia, yang kemudian menimbulkan sikap anti-kebarat baratan. 

Feminisme Aswaja bertugas untuk mengidentifikasi penyesuaian-penyesuaian antara pandangan feminism dengan pandangan keagamaan ahlusunah wal jamaah. KOPRI memilih jalan tengah, yaitu tahu bagaimana konsep memperjuangkan kesetaraan perempuan yang adil di tengah sehingga tidak terlalu kolot dengan pemikiran tekstual dan tidak terlalu liberal memahami kesetaraan perempuan sehingga menyalahi pedoman interpretasi islam. Sesuatu yang sifatnya teologis memang Mutlak, namun ketika diturunkan pada hambanya kemudian muncul suatu pembenaran-pembenaran. 

Dalam sejarah, feminism dalam islam itu telah ada. Terbukti, dengan adanya gerakan-gerakan pembebasan islam yang dilakukan dan diabadikan dalam al-qur’an. Tafsir ayat-ayat dalam Al-qur’an perspektif gender dimaknai dalam tiga tahap pembebasan. 

1.      Pembebasan secara total
Surat Al-isra’ ayat 31 yang menyatakan bahwa pembunuhan terhadap bayi perempuan sangat dilarang. Allah SWT juga melarang praktik ini yang dulunya pernah dilakukan oleh kaum quraish. Menurut Islam, kedudukan laki dan perempuan itu sama. Bisa disimpullkan bahwa arah gerakan feminis adalah gerakan kemanusiaan.
2.      Pembebasan secara bertahap
Ada beberapa contoh pembebasan bertahap yang dianggap memberikan keuntungan terhadap perempuan. Yang pertama adalah perbudakan. Pembebasan budak adalah wajib dilaksanakan dalam islam, utamanya untuk budak perempuan. Dan juga dilegalkan dalam bentuk pernikahan, dalam Al-Qur’an disebutkan lebih baik menikahi budak perempaun daripada perempuan merdeka tapi musyrik. Yang kedua, terkait dengan ahli waris. Dulu, masa pra islam, perempuan dijadikan objek warisan, kemudian di masa pencerahan datang, perempuan dijadikan subjek penerima warisan dengan proporsi 2:1.
3.      Pembebasan terus menerus
Tugas terpenting KOPRI saat ini adalah bagaimana merefleksikan berbagai masalah yang timbul sejak masa pra islam hingga saat ini dengan tetap berpedoman pada ASWAJA. Ideologi gerakan feminis aswaja adalah sesuai dengan tujuan tauhid yang menjamin keadilan bagi orang-orang tertindas, perempuan dan memperjuangkan kesetaraan. Dan focus feminis aswaja tidak hanya pada perempuan sebagai objek, tapi focus pada perempuan sebagai subjek, sistem dan struktur.

Thursday, July 25, 2019

KAMI INDONESIA KAMI PANCASILA

Menjadi kemerdekaan adalah hak segala lapisan masyarakat. Disini, Semarang menjadi awal bagi kita untuk menuai menit, lahirnya aksi. Menjadikan gerakan yang tidak terfokus pada tajuk rencana tapi juga karya, dan rasa.
.
Kami disini, berjuang untuk sebuah cita cita. Karena kami sadar pancasila tanpa cita-cita hanyalah asa. Cita cita kami tidak akan berhenti pada posisi serta merta tapi tulus untuk perjuangan dan kebanggaan masyarakat pada negaranya
.
Kami ingin menjadi apa yang proklamator inginkan. Kami ingin menjadi apa yang pahlawan perjuangan dan kami ingin mewujudkan apa yang bisa dibanggakan oleh anak cucu kita kelak
.
Tangisan, rintihan, sesenggukan, para pahlawan yang mati mungkin hanya bisa dikenang. Tapi pancasila adalah bukti bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia
.
Diantara mereka, pernah berdebat
Diantara mereka,pernah mengeluh
Diantara mereka, bahkan dibuang dan diasingkan
.
Nilai ketuhanan tidak melulu tentang "Tuhan"
Tapi tentang kecintaan, kepercayaan, dan kepemilikan
Kita percaya bahwa Tuhan itu Esa
Maka, harusnya kita percaya bahwa Toleransi itu niscaya
.
Kita percaya bahwa kemanusiaan itu ada
Tapi mengapa, masih ada saja
Si kaya menindas si miskin
Si kaya mencuri si miskin
Dan acuh tak acuh membumi merana
.
Menurutmu persatuan itu apa?
Apakah ketika gereja di bom?
Apakah ketika masjid di bakar?
Apakah perkelahian antar suku tetap ada?
Tidak!
Persatuan adalah gotong royong
Persatuan adalah semangat
Persatuan adalah aku, kamu ,yang menghasilkan kita untuk Indonesia
.


Retma Ayu -KBI Jateng




Wednesday, July 5, 2017

Menuju Sertifikat Screening (IAIN SURAKARTA'16)



Oleh Retma Ayu Ningtyas
Halo guys

Selamat datang di kampus pergerakan IAIN SURAKARTA!

HIDUP MAHASISWA!

Di tulisan kali ini aku mau cerita masalah screening. Mungkin temen temen maba masih banyak yang bertanya Tanya, apa sih screening itu ? Kenapa sih harus ada screening? Prosedurnya gimana? Bentuk screening itu kek gimana apa kita dikasih arahan tentang sesuatu atau kita dengerin ceramah atau kek gimana? Dan masih banyak lainnya. Aku disini cuma mau share pengalaman pribadi aku tentang screening dan opiniku mengenai salah satu tahapan PBAK ini ya. 

Namaku Retma Ayu Ningtyas dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester II otw semester III. Dulu pertama kali dapet berita screening itu lewat pengumuman website. Dimana semua mahasiswa/I FITK wajib mengikuti screening di kampus IAIN Surakarta. Gileee itu tulisan wajibnya ampe di bold -_-.

Aku juga keterima di IAIN Ska itu tanpa ada siapapun disana, sodara enggak ada, temen apalagi, orang tua juga masih stay cool di Lampung Province. Jadi, setelah dapet berita screening itu aku langsung lari dari kamar menuju Marwah eeh salah maksudnya menuju ruang keluarga dimana ibuku sedang bersantai ria disana. 

“Mak, ono acara screening neng kampus awal agustus sesok ki..”

Emak ku seketika kaget gitu, melotot dan berkata 

“Laah, jaremu mulaine kuliah iseh September mengko? Dadi sesok mangkat neng Jowo iki?”

Yaa antara seneng atau sedih yaa, aku kudu berangkat ke jawa. Karena setelah aku kontak kenalanku itu lewat facebook, aku dapet kabar kalau screening itu tidak boleh diwakilkan alias harus tatap muka pribadi! Dan sertifikatnya itu tu penting banget untuk mengambil fasilitas OPAK(Orientaasi Pengenalan Akademi Kampus). Yaa, dengan berat hati aku langsung ngomong sama emak. 

“Youwes mak, aku tak neng Jowo ae. Kan iki acara iseh minggu depan (tanggal 2 agustus kalo enggak salah) saiki iseh dino rebu, aku tak mangkat dino jumat ae ya.”

Berita screening itu bisa dikategorikan berita dadakan banget yassalam! Aku pribadi belum persiapan apapun untuk pergi ke Solo! 

Dengan nada sedikit agak rendah emakku menyahut 

“Youwes, seng penteng ati ati neng Solo, nek iso sekalian golek kos kosan neng kono. Mengko medun gone bi Yanti yo neng UNS” For the information, Bi Yanti itu adik bapaku yang sedang mengejar gelar Doctornya di UNS –oke abaikan. 

Siaaapp 45! Aku menjawab dengan semangat menggebu gebu. Hahaha. Yakaliii ini adalah kali kedua ku pergi ke pulang Jawa seorang diri. Sebelumnya aku juga udah pernah ke kampus pas daftar ulang SPAN PTKIN itu, dan diantar oleh pakdeku. Entahlah, sekarang pakdeku itu juga kemana. Jadi, harapan satu satunya ada di bibiku Bi Yanti tadi.

(SKIP PERJALANNNYA) –akan diceritakan dalam episode lain :D

Oke, setelah berkeliling Solo selama dua hari dan menginap di kosan Bibiku sekitar UNS, aku memberanikan diri untuk pergi sendiri ke Kartasura dengan informasi seadanya. Jadi, waktu itu masih pagi banget sekitar jam 6 an, dan screening itu dilakukan jam 8 pagi. Perbedaan waktu antara Lampung dan Jawa membuatku masih belum bisa terbiasa. Kalau di Lampung jam 6 pagi itu masih setengah redup kek jam 5 gitu, kalo di Solo jam 6 pagi udah kayak jam 7 an gitu. Jadi agak kaget enggak jelas gitu. Naah aku dikandani sama bibikku, kalau aku turun di pasar Kertasura. Harusnya aku diantar bibikku, tapi karena bibikku waktu itu ada acara sama profesornya jadi aku harus datang ke kampus seorang diri. 

Aku menyetop bus arah pasar Kartasura dengan ditemani bibikku. Setelah aku masuk bis, aku Cuma plonga plongo enggak jelas dan diam diam berdoa dalam hati semoga dalam bis enggak ada kejadian apa-apa. FYI itu pertama kali aku naik bis angkutan umum. Yaah, di dalem bis itu banyak jenis manusianya. Ada nenek nenek yang bawa keranjang, ada anak sekolah yang pake rok panjang, ada cowok yang mata keranjang *abaikan. Jadi, aku memilih duduk di bangku tengah gitu, di pinggir lebih tepatnya. Agak ribet, karena waktu itu juga aku harus bawa koper yaa walaupun gedenya kagak sampe ngalahin gajah hamil tapi agak ribet juga kan, ditambah tas ransel yang isinya laptop dan tetek bengeknya.

Setelah memakan waktu hampir satu jam, aku dalam hati masih deg deg an karena takut terlambat screening kan ya. Apa kata dunia jika nanti aku terlambat, kan aku mau bikin first good impression gitu. Sampai akhirnya kita berhenti pada satu titik kejadian. Naaah waktu itu bisnya tu mau belok kanan kan guys, naah ada mbak mbak yang bilang sama kang kernetnya 

“Pak ini mau ke terminal to?” dia tanyanya gitu. 

Dalam hati aku teriak 

What?? Mau ke terminal? Anju, kalo aku nyasar ora sido screening malah ilang aku mengkooo..”

terus bapaknya nyahut “Iya dek. Kamu mau ke STAIN yaa, berhenti disini aja ya.” Katanya kek begitu.

What what whaat mbak tadi juga anak IAIN?

Nahh aku reflex langsung ngikutin mbak tadi keluar dari bis. Naah sambil ngeret ngeret koper gitu di tengah keramaian pasar, (karena waktu itu berhentinya di pasar Kertosuro) aku manggil mbak tadi.

“Mbak, mbak wait.”

Aku lari kenceng nyamain langkah mbaknya yang naujuvileh terlalu cepet wkwkwk.

“Njenengan mahasiswi IAIN to?” aku Tanya gitu sama mbaknya. 

Mbaknya jawab iya sambil kek kalem kalem gitu mana suaranya lirih lagi yak. Kapasitas pendengaranku yang pas pasan ini juga kan agak kagak denger, terus aku nanya lagi. 

“Njenengan mahasiswi IAIN mbak?” sambil setengah tereak gitu.

“Iya dek..” kali ini aku denger jawabannya.

Dalam hati, alhamdulilaaahhh akhirnya nemu orang baik cem mbaknya yang ternyata satu kampus juga. Coba aja kalau di bis tadi aku sendirian kgak ketemu mbaknya, kali aja udah ilang itu mah
Mbaknya itu masih nglanjutin jalan dengan aku di belakangnya –masih dengan- ngeret ngeret koper tadi.

“Mbak, ini IAIN masih jauh ya?” aku Tanya gitu sama mbaknya.

Walaupun aku udah pernah ke kampus sebelumnya, bukan berarti aku langsung inget rute jalannya kan? Sumpah, baru sekali aku terhitung ke kampus IAIN. Dua kalinya ke kampus, suruh kesana sendirian. Mana inget haha… mbaknya ngangguk gitu. Terus ada bapak tukang becak lahh itu nyamperin aku, sambil nanya

“Dek mau kemana?” aku mbatin, aduuh bapaknya perhatian amat yak nanyain kemana segala sambil mesam masem enggk jelas. 
 
“Kampus pak..” jawabku. 

Naah bapaknya itu langsung ngambil becaknya yang terparkir di samping jalan raya. 

“Naik becak aja dek, kampusnya juga masih agak jauh.” Ucapnya lagi. 

Yaudah, akhirnya aku naik becak itu meninggalkan mbak mbak penolongku tadi sendirian jalan kaki. Sebelumnya aku ngucapin terima kasih yang sebanyak banyaknya sama mbak itu yaa, dan sempet Tanya juga nama, jurusan, dan semesternya tapi sekarang lupa (jangan ditiru). Buat kamu siapapun kakak yang pernah bantuin aku, entah anda tahu atau tidak aku ngucapin “Yu Da Real MVP”

Naah, dengan berbekal alamat kos yang sehari sebelumnya udah aku survey sama bibikku itu, aku mau dating ke kos itu pertama narok barang bawaanku ini ya. Yang aku suka dari orang Jawa itu, mereka ramah ramah, baik hati dan murah senyum pada orang baru. Mungkin ini juga yang jadi alasan kenapa dulu Indonesia dijajah lama bangett sama orang kulit putih, salah satu alasannya adalah mereka (orang Indonesia) mudah sekali menerima orang baru tanpa mempertimbangkan latar belakang geografis atau sejarahnya. Waawwww.. oke aku langsung kasih alamat kos yang aku bawa sama bapak tukang becaknya

“Mbak iki neng di ya? Kulo mboten ngertos nggeh. SDN 1 ki pundi..” katanya kek begitu. 

Yaa aku emang enggak begitu bisa bahasa jawa halus, tapi aku paham maksudnya. Entahlah, kubalas dengan bahasa jawa ngoko. 

“Kayane cedak mriki pakde. Coba mengko takon uwong uwong pakde.” 

Yaah, padahal bahasa ini jelas jelas tidak sopan jika kamu berbicara pada orang yang lebih tua. Tapi alhamdulilah pakdenya paham dan dia membalas ucapanku dengan bahasa ngoko juga hahaha…

Kami mencari alamat kos tadi sampe kurang lebih setengah jam. Aku sebenernya kasian sama pakdenya itu, udah ngontel sepeda, dengan bebanku, koper dan dia itu pasti capek banget. Tapi sekasiannya aku sama dia, yaaa aku kagak mau kalo gantiin dia ngontel. Aku akhirnya diajaak muter muter itu sama pakdenya. Terus kita berhenti di PPG (Pendidikan Profesi Guru) naah deket sana. Kan waktu itu aku enggak paham yaa, ini gedung gedung apaan pikirku. Pakdenya bilang lagi 

“Ini kertosuro kampusnya mbak. Njenengan inget jalan ini?” aku geleng-geleng enggak paham. Naah pakdenya mengerti aku, aku langsung diajak muter laggi.. 

Dan

Boooommm

Aku diajak lewat DEPAN KAMPUS UTAMA JALAN RAYA! Aku nutup muka anju pikirku. Buanyaak banget mahasiswa mahasiswi disana. Lalu lalang depan kampus. Yaudah, keep calm pikirku. Emang mereka kenal aku? Kagak ka? Jadi.. abaikan -__-. Aku mah gitu. 

Naah sekarang aku mulai inget jalan yang pernah tak lewati sama bibikku kemarin kan. Aku bilang kalo kosannya enggak jauh dari sini gitu. Terus sampe akhirnya, aku berhenti di kosku itu. waktu menunjukkan pukul setengah 8. Huffhh perjalanan yang panjang. Setelah mengucapkan beribuu ucapan terima kasih sama pakdenya yang udah nganterin aku ke kos, aku gedor gedor gerbang itu. tak lama kemudian ibu kosnya keluar mbukain gerbang, dan aku bisa masuk ke dalem kos itu untuk kedua kalinya.

Naah di kosan itu ada 5 kamar kosong. Keempatnya sudah ada yang membooking, dan tinggal tersisa satu kamar kosong dan itu buat aku tempati. Di samping kamarku yang sekarang (nanti akan di publish jika saatnya tiba “Mencari Kost”) ada satu ibu dan satu anak. Setelah perkenalan sama mereka, aku tahu kalau ternyata mereka dari Indramayu. Anak perempuannya namanya Aisah yang sekarang duduk di fakultas Syariah jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Ibunya nemenin dia, karena ternyata dia anak tunggal dan ibunya belum tega ninggalin dia sendirian di Solo. Apa kabarrr guaaaa yang sendirian datang dari Lampung ke Solo untuk mencari kitab suciii?

Oke, setelah meletakkan semua barang barang yang tak bawa dan membersihkan kamar untuk pertama kali apa adanya, aku langsung berangkat ke kampus untuk screening tadi. Wajar kan yaa masih maba jadi agak malu malu gitu datang ke kampus sendirian, alhasil aku minta ditemenin Aisah tadi sampe depan pintu gerbang utama. Okee, pintu gerbang dimana tadi beberapa menit sebelumnya aku lihat disana banyak sekali maba berkumpul untuk screening dan lalu lalang. Aku udah berterima kasih banget sama Aisah yang udah nganterin aku ke kampus di pagi hari. Cuacanya ceraah banget, saking cerahnya bikin panas hahaha

Aku berjalan santae menuju gedung Fakultas Syariah setelah sebelumnya juga Tanya ke mbak mbak yang lalu lalang gitu. Naah aku udah enggak kaget kalau disana udah buaanyak banget maba yang kumpul kan yaa. Aku akhirnya ngikut nimbrung sama satu kelompok yang berdiri agak jauh dari keriumunan. Aku Tanya mereka, kenapa mereka enggk ada yang ngikut baris untuk screening itu. mereka mau nungguin temen temennya yang belum dating katanya. Aku dengan kecuekanku ngikut baris aja di sepanjang orang nimbrung enggak jelas gitu. Dipikiranku Cuma ada satu tujuan. 

Datang

Kerjakan

Lupakan

Setelah aku nyungsep nyungsep di dalam barisan gitu, akhirnya aku bisa masuk ke dalam gedung syariah untuk pertama kalinya dengan menyandang status mahasiswi wkwkwk. Aku disuruh mengisi formulir dan temen temenku juga. Aku ngajak kenalanku naek ke atas itu di lantai tiga. Setelah sampai di lantai tiga itu, aku disuruh masuk ke dalam kelas dan disana sudah ditunggu oleh mentor pendamping atau screenernya bisa disebut begitu. Dan per 1 screener itu memegang kurang lebih 10 mahasiswa/i. untuk formalitas saja, aku dan kawan kawan memperkenalkan diri. Kemudian sampailah kami pada acara inti yaitu screening yang sebenarnya.

Aku masih ingat, nama screenernya itu kak Hidayat dia dari fakultas syariah jurusan Hukum Keluarga sekarang kayaknya beliau semester 10. Dan setelah satu tahun aku ngampus di IAIN,aku baru tahu ternyata dia satu organisasi denganku wkwkwk. Jadi, ada yang Tanya sebenarnya screening itu apa? 

Dan kakaknya jawab “Screening adalah salah satu dari sekian serangkaian prosek OPAK di IAIN dengan tujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuanmu tentang Indonesia, Kampus, Budaya Jawa, dsb..” aku manggut manggut sok paham padahal sebenernya kagak wkwkwk.

Aku pribadi tertarik dengan hal hal seperti ini, selain nambah pengetahuan juga nambah kepercayaan diriku sebagai mahasiswa baru. Inget tragedy ’98? Dimana aksi itu dipelopori oleh mahasiswa sehingga bisa menggulingkan pemerintahan Suharto? Jadi, sebenarnya posisi kita sebagai mahasiswa atau the agent of social change itu krusial banget entah di masyarakat di desa atau tingkatan nasional. Sebegitu besarnya peran mahasiswa di dalam kancah politik Indonesia sehingga bisa mempengaruhi pemerintahan Indonesia waktu itu juga begitu. Waaah, setelah aku tahu bahwa menjadi mahasiswa bukan sekedar slogan tok, jadi tambah semangat menjalani aktivitas setelahnya. Salah satu tujuan screening itu juga untuk mengukuhkan posisi kita sebagai the agent of social change itu. 

Kak Riyan Hidayat tadi membuat forum seperti diskusi kecil kecilan, dan diantara kita disunahkan untuk menjawab, tidak wajib. Padahal dalam kelompok lain itu, setiap mahasiswa diwajibkan untuk menjawab pertanyaan yang dilemparkan screener. Tapi kalau kelompok kami tidak. Dari sekian banyak pertanyaan yang dilemparkan oleh screener, sampai sekarang satu pertanyaan saja yang masih saya ingat.

“Bagaimana pandangan islam tentang pemimpin non muslim sertakan opini kalian?”

Kira-kira seperti itulah pertanyaannya ya. Aku sama teman teman itu speechless. Belum ada satupun yang angkat bicara, hingga kemudian aku ngomong yang aku tahu saja. Aku memegang prinsip “Nek Wani ojo wedi wedi. Nek wedi ojo wani wani.” Pernah denger? Itu ungkapan dari ayahande bapak Jokowi. 

Yaa, aku memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan tersebut, karena dari sekian banyak pertanyaan yang dilontarkan hanya beberapa saja yang menyinggung relasi tentang islam dan keindonesiaan. Yang lainnya tentang konten konten islam yang aku enggak begitu paham itu apa. Karena aku juga dari latar belakang sekolah umum. Jadi, mumpung topiknya sedikit aku mengerti,aku memberanikan diri untuk menjawab

“Kalau menurut saya pribadi. Tidak masalah jika pemimpinnya Indonesia itu non muslim yang penting jiwa dan baktinya itu diberikan untuk kepentingan masyarakat umum dan sesuai dengan aturan aturan bernegara serta selalu berpegang teguh pada pancasila dan UUD 1945. Kakak pasti tahulah, dan enggak Cuma kakak aja, semua masyarakat Indonesia tahu, Negara ini bukan Negara islam. Walaupun mayoritas masyarakatnya islam, bukan berarti kita memunafikkan agama lain yang minoritas.(seketika aku teringat pak Ahok).” Kurang lebih jawabanku seperti itu. kak Riyan Hidayat Cuma senyum sekilas dan mempersilahkan teman teman lain untuk menyanggah.

Lantas beberapa detik setelahnya, teman kenalanku ada yang menyanggah ucapanku tadi. 

“Pemimpinnya islam itu harus islam juga telah dijelaskan dalam Al-Qur’an ayat dan surat ….(aku lupa). Diwajibkan bagi kamu untuk memilih pemimpin islam…(aku enggak begitu ingat dia bilang apa)…..blablabla” banyak banget dia jelasin, tapi aku enggak begitu paham apa yang dia bicarakan. Pengetahuanku tentang islam dan tafsiran Al’Qur’an itu bener-bener nol besar. Setelah dia bicara panjang lebar, aku tahu kalau latar belakang sekolahnya adalah Madrasah Aliyah, jadi dia sudah nggak asing dengan hal seperti itu.

Hanya dua orang tadi yang menjawab pertanyaan screener. Temen temen yang lain Cuma menyatakan setuju dengan pendapat yang satu dengan yang lain. Hampir tidak mempunyai opini pribadi, mereka hanya menguatkan saja. Kemudian kak Riyan menengahi kami dengan mengatakan

“Gus Dur itu adalah orang yang mempunyai toleransi sangat besar. Beliaulah yang mengesahkan hari raya Konghucu menjadi hari cuti nasional. Walaupun beliau orang islam NU tapi jiwa beliau masih menghargai agama lain, bukan menolak mereka mentah mentah. (intinya begitu, dan aku lupa dia ngomong apa lagi. Wajar sudah hampir setahun berlalu nanti agustus)”

Aku hanya mengiyakan dalam hati dan mengambil satu kesimpulan besar. “Jadilah orang Indonesia jika kau lahir, hidup dan tinggal di Indonesia.” kemudian kami selesai melakukan screening dan pulang ke kediaman masing-masing. Tak lupa kami membawa sertifikat screening yang dinanti nantikan untuk mengambil fasilitas OPAK keesokan hari lagi. 

Anak yang menyanggah ucapanku tadi ternyata satu jurusan denganku yaitu Pendidikan Bahasa Inggris, kelas C. sedangkan aku PBI juga tapi kelas B. aku senang mendapat teman seperti dia, sepertinya dia anak yang punya banyak pengalaman. Kupikir, aku bisa mendapat banyak pengalaman juga dari dia. 

………………………………………………………………………………………………………

Screening itu asyik kok. Semoga screening tahun ini lebih diperbanyak materinya shingga selain  kita banyak belajar, kita tahu banyak hal baru juga. Oo iya, anak yang tadi itu namanya Afi. Sekarang dia ikut UKM UKMI dalam kampus, ekstranya aku enggak tahu. Kalau aku, pernah ngikut LSO MSC (Moslem Smart Club) tapi kemudian keluar karena alasan pribadi, dan ekstranya aku memilih organisasi moderat yaitu PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia).

#jangan pernah jadi mahasiswa/I kupu kupu mati (kuliah pulang, kuliah pulang, makan tidur) jadilah mahasiswa yang mahasiswa! Gunakan waktu sebaik mungkin untuk menggali informasi apapun. Jangan pernah berhenti belajar. Sering seringlah mengikuti forum diskusi dan membaca buku! Hanya dengan begitu kamu dapat dikatakan mahasiswa sejati! Semangat!

Tuesday, July 4, 2017

Hidup Seperti Drama Chapter I



Oleh Retma Ayu Ningtyas
Oke, sudah kurang lebih 14 hari aku berada di lingkungan tempat kelahiranku. Pulang kampong setelah sebelumnya menempuh pendidikan di provinsi orang sekian lama membuatku rindu dengan kampong halaman. Hari ini adalah H-3 kepulanganku kembali ke Solo (tempatku menuntut ilmu). Sudah beberapa hari belakangan ini juga, aku dengan keistiqomahanku mendownload drama korea yang telah menjadi bagian dari hobbi ku. Yeaa, aku suka mendownloadnya , tapi terkadang malas menontonnya. Menonton drama itu sangat monoton, apalagi pemainnya tidak ada yang menarik perhatian dan genre nya pasaran serta jalan cerita yang mudah ditebak. Sangat tidak mengasyikkan sekali. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, sebelum mendownload dramanya aku selalu membaca synopsis dramanya dan menilik pemain pemainnya.

Jangan sebut saya Kpopers, karena saya takut para Kpopers asli atau mereka yang sudah lama bergelut dengan dunia Kpop akan marah dengan sebutan ini pada saya. Sebut saja saya penggemar Kpop saja, tanpa ada embel embel “ers” nya karena itu sangat kuat sekali maknanya. 

Dengan kecepatan wifi apa adanya, aku dengan nekat mendownload drama korea. Sekali download itu ada lima episode terhitung jika tidak ada satupun yang failed or gagal. Sejujurnya, saya harus stand by menunggu di depan laptop hingga download an selesai. Kan cavek banget! Rata rata per episode itu menghabiskan kurang lebih 45 menit. Entahlah ,saya harus mengatakan apa ya. Waktu saya untuk mendownload drakor itu terbuang percuma sebenarnya. Tapi saya mengakalinya dengan mengerjakan sesuatu yang lain. Yakalliii gua kudu nunggu sekian lama Cuma buat download drakor. Wkwkwkwkwk

Yaa 45 menit itu kalau tidak halangan apa apa juga. Siapa yang bisa menduga di tengah acara asik asiknya download itu tiba tiba mati listrik-___-. Jadi, download an gagal dan ketika listrik hidup kembali saya harus mengulangnya dari awal. Vangke kan yaa. Apalagi ketika download an hampir selesai, itu tiba tiba dengg mati lampu. Vangke kuadrat!

Kenapa hasrat menggebu-gebu download ini tumbuh ketika saya pulkam? Tidak adakah yang bertanya seperti itu? yaa karena di kosan saya di Solo tidak ada fasilitas wifi. Bisa dibilang saya ini haus wifi. Untuk hal hal seperti ini hlo yaa. Walaupun download drakor bukan sebagai prioritas, terkadang kita juga butuh refreshing kan yak. Rasanya mual jika setiap hari harus bermesraan dengan tugas-tugas presentasi, hafalan, organisasi, dsb. Kalo bermesraannya karo deem ah nggk pp. #kodekeras

Mungkin saya bisa bercerita sedikit. Sejak kelas satu sekolah menengah pertama, saya jatuh cinta dengan Kpop khususnya dramanya. Walaupun drama yang pertama kali saya tonton itu bukan dari Korea melainkan dari Taiwan atau China Taipei. Perlukah saya sebutkan judulnya juga? Nggak pp? yakaliii ntar dikira gua promosi lagi. Wkwkwk. Judulnya itu Skip Beat. Ada yang tahu? Atau tempe? Yaa jadi Skip Beat itu drama dari Taiwan tapi pemainnya itu dari Korea yaitu Lee Donghae dan Choi Siwon. Mereka adalah anggota Boyband Suju yang sekarang masih vakum, belum mengeluarkan album lagi dikarenakan anggotanya masih banyak yang wamil.

Kembali ke leptop. Oke. Jadi mulai dari drama itu membuat saya jatuh cinta dengan Kpop. Kalau dipikir pikir dari sekian banyak Negara di Asia Timur yang mayoritas didiami oleh masyrakat kulit putih dan mata sipit, Korea lah yang paling mudah diucapkan tata bahasanya. Itu yang jadi alasan kenapa saya menyukai Korea juga, (padahal enggak ada relasinya). Terkadang, menonton filem itu bisa jadi bahan hipnotis penonton. Karena tanpa sadar kita terbawa dengan film itu. yaaa, entahlah yaa. Mungkin karena pengaruh lingkungan juga membuat saya menyukai drama korea. 

Hidup seperti drama itu memang tidak perlu diungkapkan lewat kata kata lagi. Tidak perlulaah kita bikin caption besar-besar gitu dengan menarasikan seperti “terkadang……” atau “coba aja kalau cowok korea itu jadi kekasihku pasti…..” dan masih banyak lainnya. Saya agak sulit menuliskannya, karena sorry yaa gue bukan masyarakat alay hahaha. Intinya gitu lahh

Yaa tidak ada salahnya sii, kita menuliskan ketertarikan kita pribadi lewat pesan seperti itu. tapi juga ada batasnya ya gaes. Kita juga boleh menonton drama korea tapi juga jangan kebaperann. Padahal gua sendiri kalo nonton yaa bawaannya baper. Wkwkwk. Entahlah yaa, entah karena pengaruh apa, akhir akhir ini juga kalo lagi nonton drakor gua enggak bisa nangis genk. kira kira pengaruh apa ini ya? Soalnya, biasanya gua nnton sekeren dan semenyedihkan apa tuh drakor pesti gua nangis. Tapi sekrang? Entahlah hanya gua dan Tuhan yang tahu. Yaa pertanyaan gua selanjutnya diabaikan aja!

So, sebenarnya menonton drama korea itu ada beberapa manfaatnya juga si selain refreshing otak, bisa juga nambah ilmu kalau drakor yang lu tonton itu tentang alam atau dunia medis. Naah sering tuh, ada istilah aneh kan yaa naah itu bisa jadi pelajaran.

Jadi akhirul kata, gua mau tegasin kalo hidup seperti drama itu enggak dilarang di republic ini dan tidak akan ada orang yang mengusik kesenangan lu tentang ketertarikan lu sama drakor. But, kamu harus tahu kalau dunia nyata itu lebih indah daripada drama Korea.

“Hidupmu terlalu indah disia-siakan untuk hal tidak penting. Tapi jika drama Korea membuatmu lebih hidup dan bersemangat melewati indahnya hari, why not?”